Ini bukan hanya semata-mata perkara seorang pria menjelang dewasa dengan
keluguannya sebagai seorang tuna grahita menggesek-gesekkan batang
tegang kemaluannya diantara belahan pantat mungil saya ketika kecil.
Bukan hanya perkara ketika saya tumbuh, terbiasa untuk selalu dituduh.
Dituduh membeda-bedakan sementara saya dididik dan dirawat dengan dibedakan sendiri.
Dituduh berbuat SARA dan dengki, tanpa pernah dikonfirmasi bahwa ini adalah urusan pelaku yang saya maki.
Dituduh bergantung, sementara nurani menantang; bagaimana bisa, ketika ingatan merasa selalu terbiasa berseorang diri.
Bahkan, dituduh pula menjadi penyebab gempa dan setiap bencana karena manusia-manusia macam saya ini.
Terbiasa untuk tanpa mendapat ruang bicara. Bukan karena tak teredukasi
soal membela diri. Bagaimana mau membela diri, jika kemudian dibalas
sumpah untuk dibinasakan. Bukannya semua yang tercipta memiliki guna?
Padahal, mereka-mereka juga yang membuat saya seperti ini.
Bukan lagi perkara ketika mimpi besar saya untuk tergolek mati. Seorang diri.
Ini adalah perkara ketika saya berbeda, dan selayaknya saya harus berbeda, tetapi selebihnya patut sama. Berhak untuk merdeka.
Ketika, suatu hari saya pernah berapi-api untuk memiliki mimpi-mimpi.
Ketika suatu hari saya pernah menantang kepesimisan pandangan-pandangan muram atas kepemilikan mimpi-mimpi ini.
Ketika suatu hari pula saya bertaruh harga diri untuk mempertahankan, setidaknya satu mimpi.
Hingga ketika suatu hari saya turut pula meragukan, mempertanyakan,
kemudian mengabaikan, hingga akhirnya memulai kembali menyusuri
jalan-jalan kecil menuju mimpi-mimpi itu.
Tanpa saya sadari, bahwa saya tengah menjalani satu mimpi menuju mimpi
lainnya untuk keseluruhan misteri hidup yang akan terus tersaji.
Dan hidup mengajarkan untuk terus percaya, jika esok masih berkenan ada, maka akan selalu ada asa disetiap harinya.
Rupanya saya masih mendamba perasaan aman yang belum pernah saya rasakan
dan dapatkan semenjak saya dilahirkan, perasaan dilindungi dan
diperjuangkan.
Untuk suatu ketika lainnya, saat jelmaan manusia dengan segala
keberanian dan tindak-tanduknya, bukan kerena kata-katanya, mewujudkan
untuk selalu ada pada setiap "walaupun" yang saya punya, bukan hanya
"karena".
*Lingkaran CS Writers Club Bandung, 25 Januari 2018.
Betapa tulisan ini kuat dan menguatkan.
ReplyDelete