Sekejap Paimin mendapati foto dirinya dimasa mungil. Dibalik senyum
pemalunya saat itu, menyimpan sebuah pandora muram yang kemudian
menyertainya sepanjang hidup, siang dan malam.
Selepas ia menyelesaikan ritualnya buang hajat, kemudian terperanjat
pada sebuah ingatan sesaat. Serasa kemudian ingin menghujat. Kepada
siapa ia layak menggugat?
Sesosok perempuan kemudian hadir menyertainya dalam segala cerita.
Paimin tak pernah menuntut perlindungan ketika ia kecil dihardik begitu
saja secara seksual oleh seorang lelaki menjelang dewasa. Tapi kepada
siapa lagi ia berhak mengiba isyarat kasih sayang dan kelembutan yang
nyata.
Di usia 23 tahun Paimin melarikan diri, menjauhkan diri dari perempuan
itu yang semasa hidupnya tak cukup memberi, pun tak banyak meminta. Tapi
cukup tahu bagaimana memaksa. Dengan kemahiran berkata-kata, perempuan
itu mampu berkuasa.
Hampir sepuluh tahun kemudian, ia kembali. Berusaha untuk berbesar hati dan berbudi.
Perempuan yang melahirkannya itu kemudian mengetuk pintu, masuk kedalam
kamarnya, lalu menyatakan di kota Makkah ia menemukan sebuah sejadah
yang menurutnya terbaik dan sebongkah cincin yang ingin ia persembahkan
untuk anak lelakinya yang menurutnya sudah terlalu lebih dari sekedar
dewasa agar meminang dengan segera.
Dua benda yang melemparkannya pada sebuah senyum ironi. Satu benda
sebagai sebuah simbol konsep ber-Tuhan yang sudah tak lagi ia pahami,
satu lainnya sebagai simbol institusi pengikat hidup dalam sebuah
lembaga pernikahan. Bukan ia tak menginginkan pernikahan. Menikah adalah
mimpi terbesarnya. Tapi baginya, menikah adalah sebuah kesepakatan
dalam konsep saling menemukan tanpa unsur paksaan yang bahkan tanpa
harus dilegalisasi oleh agama dan hukum manusia manapun. Cukup mereka
sebagai dua insan manusia kepada semesta untuk bersaksi dan menyerahkan
diri.
Kemudian menyisakan seorang Paimin mematung dalam sebuah persimpangan
pikiran bertubi. Satu sisi untuk membela diri, sisi lainnya tak sampai
hati.
Tetapi semesta selalu membisikkan kalimat bijaknya; "Masih banyak cara lain untuk berbakti."
Notes:
Lingkaran CS Writers Club Bandung kamis malam lalu, 15 Februari 2018, dengan host Neneng Arta Harta Semesta menugaskan kami membuat sebuah cerita dengan tema besar analogi Ular Beracun, dimana masing-masing dari kami mendapat 3 kata berbeda yang terdiri dari kata benda, kata sifat, dan kata kerja dan harus menjadi pengiring cerita. Saya mendapatkan 3 kata; Pandora, Pemalu, dan Boker (yang saya ganti jadi Buang Hajat). Dengan rules menulis impulsive dalam 30 menit seperti biasanya, jadilah Kisah Si Paimin ini.
Notes:
Lingkaran CS Writers Club Bandung kamis malam lalu, 15 Februari 2018, dengan host Neneng Arta Harta Semesta menugaskan kami membuat sebuah cerita dengan tema besar analogi Ular Beracun, dimana masing-masing dari kami mendapat 3 kata berbeda yang terdiri dari kata benda, kata sifat, dan kata kerja dan harus menjadi pengiring cerita. Saya mendapatkan 3 kata; Pandora, Pemalu, dan Boker (yang saya ganti jadi Buang Hajat). Dengan rules menulis impulsive dalam 30 menit seperti biasanya, jadilah Kisah Si Paimin ini.
No comments:
Post a Comment