Monday, July 26, 2010

Bapak dan Mamah.



Suatu hari saat kedatangan saya mengunjungi rumah beberapa minggu lalu, bersama-sama kembali bersama keluarga. Menjadi saksi kembali suasana rumah dan bagaimana kami memperlakukan satu sama lain, yang ternyata belum banyak berubah, hanya saja kini saya dan kedua saudara sudah memiliki kehidupan lain. Kakak yang telah berrumah tangga, saya yang akhirnya menjadi penjajah ibukota, juga adik yang juga bekerja di kota lain. Terkadang kami 3 saudara bisa mengunjungi Bapak dan Mamah pada saat yang bersamaan, seringkali bergantian tergantung dari waktu luang kami masing-masing.

Disaat kunjungan terakhir kemarin, saya punya waktu yang cukup banyak untuk bisa tinggal. Cukup banyak waktu untuk bisa melihat bagaimana kini kedua orang tua saya menghabiskan waktu-waktu mereka. Disaat dikunjungi kakak, Bapak dan Mamah begitu terlihat ‘hidup’ dan bersemangat mengurus cucu mereka atau keponakan saya, seperti mereka sudah tidak peduli dengan keberadaan kami anak-anaknya. Disaat lain saya kemudian menyaksikan bagaimana kini Bapak dan Mamah semakin mesra memperlakukan satu sama lain, sangat berbeda dengan ketika dulu mereka masih harus bertanggung jawab membesarkan kami. Kini mereka hanya mau menyantap makanan entah itu makan pagi, makan siang ketika Bapak sedang tidak bekerja, atau makan malam yang harus dilaksanakan berdua. Begitupun sholat selalu berjamaah berdua kini, bahkan bertadarus Qur'an berdua selepas maghrib hingga isya, kemudian kebiasaan baru menghabiskan waktu selepas Isya berdua di teras rumah untuk bercanda atau bermain games handphone bersama. Suatu pemandangan yang membahagiakan bagi kami anak-anaknya.

Di salah satu malam disaat kunjungan terakhir kemarin saya itu kemudian saya melihat kebiasaan Mamah yang menurun ke adik saya, yaitu mudah tertidur di mana saja. Di malam itu, disaat udara Bandung tengah begitu dingin dimalam hari, saya tahu mamah tertidur di sofa yang berada di ruang keluarga kami ketika sedang menyaksikan televisi. Tanpa sengaja saya melihat Bapak yang tengah memandangi Mamah yang sedang tertidur lelap, Saya tahu Bapak pun tidak tega membangunkan Mamah untuk melanjutkan tidur di kamar. Bapak pun kemudian membawakan selimut dan bantal, menyelimuti Mamah, membuat agar sofa menjadi tempat yang nyaman dan hangat bagi Mamah untuk tidur malam itu. Untuk kemudian saya tahu, bahwa Bapak berkorban tidur didalam kamar seorang diri, tanpa selimut, di malam yang sangat dingin.

Beberapa hari berikutnya disaat saya harus kembali ke Jakarta, saya memutuskan kembali ke Jakarta dengan kereta pagi, sehingga saya harus berangkat dari rumah sebelum subuh. Untuk pamit, saya harus membangunkan Bapak dan Mamah yang tengah tertidur. Terlihat begitu lelap dan hangat dalam satu selimut, Bapak yang tengah memeluk Mamah. Rasa tidak tega bagi saya untuk membangunkan mereka di pukul 02.30 pagi, waktu disaat tengah lelap-lelapnya tidur bagi siapapun. Tapi saya pun juga tidak ingin pergi meninggalkan mereka tanpa mereka ketahui, dan yang pasti saya tidak mau pergi tanpa restu mereka. Dengan sebisa mungkin saya membangunkan mereka dengan lembut dan pelan-pelan, kemudian saya ucapkan kalimat pamit saya kepada Bapak dan Mamah untuk kembali ke Jakarta sampai kunjungan pulang saya berikutnya ke Bandung yang entah kapan. Dibalas dengan kalimat-kalimat do’a dari Bapak dan Mamah seperti biasanya, juga kalimat-kalimat mengingatkan untuk tidak meninggalkan sholat, makan tepat waktu, dll. Ritual pamit terakhir kami dengan mencium tangan Bapak dan Mamah satu-persatu.

Terasa bahwa tangan Bapak dan Mamah sudah tidak seperti dulu ketika saya masih sekolah menciumi tangan mereka saat akan berangkat sekolah. Tangan Bapak dan Mamah yang menunjukkan bahwa mereka kini tidak lagi muda, sedikit terasa kasar dimakan usia, tak lama lagi menjadi senja. Teringat cerita buku 5 cm karya Dhonny Dirganthoro ketika salah satu tokohnya hampir menangis menyadari bahwa ibunya sudah menunjukkan ketidakmudaannya ketika mencium tangannya meminta restu. Disaat itu saya pun bisa mengerti benar perasaan sang tokoh dibuku itu. Terutama atas rasa sedih dan kecewa akan diri sendiri, karena sebagai anak, masih juga belum sanggup memberikan saran pilihan utama kepada Bapak untuk segera sepenuhnya pensiun, hanya tinggal dirumah menemani, melindungi, dan menikmati hari-hari tua bersama Mamah.



“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku dan kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”



Thursday, July 01, 2010

Jalan-jalan ke Citengah



Melepas penat ke citengah yang berada di wilayah Sumedang sudah menjadi tradisi saya dan keluarga. Hal ini bisa saya lakukan bersama keuarga, sahabat-sahabat, atau hanya seorang diri saja. Dengan alasan bahwa ini adalah jalan-jalan keluar kota, tetapi lokasi yang tidak jauh dan mudah ditempuh, suasana pedesaan dengan pemandangan hamparan sawah, sungai, kolam ikan, dan pedesaan adalah kesukaan kami. Yang terutama adalah tempat tujuan yang tidak ramai, cocok bagi kami yang senang menyepi untuk berkumpul, bersantap bersama, atau sekedar mengobrol, yang teruatama untuk menyepi itu sendiri.


Sayangnya tak lama saya sampai di tempat ini, hujan lebat lah yang kemudian memanjakan saya.