Sunday, December 26, 2010

Sebuah Pernyataan



Menurut kepada apa yang tidak harus dituruti, bahwa merunut segala macam penuturan yang sulit untuk di urut kedalam sebuah urutan, maka saya tidak merasa perlu untuk turut.
Sekian dan terima kasih.

Hey, Apa Kabar?



GSM, CDMA, Email, Voicemail, GTalk, Skype, YM, inbox Facebook, Myspace, LastFM, Twitter, dll.
Terkadang saya rindu kembali pada sebuah kesederhanaan era dimana hanya ada telepon rumah dan surat sebagai pemenuh kebutuhan akan adanya sebuah keberadaan ketika dipisahkan jarak.

Tuesday, December 14, 2010

Sudah Mau Jadi Ayah

Akhir pekan kemarin keluarga besar kami bisa berkumpul bersama dirumah orangtua kami. Adik yang datang berkunjung dari kediamannya kini, Bogor, dan juga teteh bersama suami dan putra pertamanya yang tengah ‘mengungsi’ tinggal dirumah orangtua karena rumah mereka yang masih direnovasi, juga sekaligus menanti kelahiran putra kedua teteh dan kakak ipar menjelang usia kandungan teteh yang kini 8 bulan. Sangat menyenangkan bagi kami setiap kali ada kesempatan untuk dapat berkumpul kembali secara utuh dalam satu atap rumah orangtua kami, setelah masing-masing dari kami 3 bersaudara memiliki jalan hidup masing-masing. Terlebih dengan hadirnya anggota keluarga baru, Adam Mulqiyattul Haq, putra pertama teteh, cucu pertama mamah dan bapak, sekaligus keponakan pertama saya.

Sudah pasti kehadiran Adam dirumah dengan segala tingkah polahnya yang polos dan lucu, semakin cerewet dan lantang sudah bisa menyampaikan keinginan dan berekspresi dengan kata-kata, dan karakter tak mau diam dan cukup pemberani untuk memenuhi rasa ingin tahunya sebagai balita yang kini berusia 18 bulan sebagai tokoh utama yang menarik keseluruhan perhatian kami kini. Masing-masing dari kami memiliki panggilan yang berbeda-beda untuk Adam. Teteh dan kakak ipar masing-masing memberi nama panggilan ‘Sayang Bunda’ dan ‘Sayang Ayah’, sementara sisanya memanggil Dam-dam, Jibrut, atau Aa Adam, dan saya memberi nama panggilan ‘Si Dudut’.

Friday, December 10, 2010

Tagore Buat Saya



Pertama kali saya mengenal Rabindranath Tagore adalah ketika saya masih duduk di Sekolah Dasar, sebagai bagian dari pelajaran sekolah saya waktu itu. Yang saya dapati ketika itu adalah beliau seorang penulis luar biasa walaupun tulisan-tulisannya sulit dicerna untuk bocah yang baru menginjak usia sepuluh tahun. Tetapi saya tahu bahwa saya langsung mengidolakan beliau ketika itu, dan saya semakin senang menulis secara terselubung karenanya, karena saya seringkali mendapat respon tawa yang entah sebagai wujud ejekan atau pujian atas tulisan-tulisan saya, tapi juga semakin giat mengirimkan tulisan-tulisan saya kepada surat kabar yang memiliki sisipan halaman anak-anak setiap minggunya demi upah wesel sepuluh ribu rupiah untuk setiap tulisan saya yang dimuat dan akan dilipat-gandakan jumlahnya oleh mamah, sebagai wujud apresiasi beliau untuk saya ketika itu.

Baru kemudian ketika saya mulai menginjak masa sekolah menengah atas, saya mulai memahami secuil karya-karya beliau yang cukup membekas dibenak saya dan benar-benar menjadikannya sebagai idola saya semenjak itu, seringkali meniru gaya penulisannya tetapi juga selalu gagal, terlebih saat itu saya mulai cukup sok' tahu memaknai hidup dan kehidupan, mulai menorehkan setiap apa yang ingin saya tulis pada sebuah buku kumal, dan semakin kumal kini, mengembara dengan apa yang tengah dirasa bersama pena. Sempat pula membaca beberapa buku kumpulan karya Jalaluddin Rumi yang dikenalkan oleh paman saya, tapi setelah beberapa lama, saya cukup menyerah untuk dapat memahami karya-karya Rumi yang cenderung pada karya seorang sufi, dan entah mengapa saya selalu menghindari memahami apa yang menjadi maksud tulisan-tulisan Gibran.

Tuesday, December 07, 2010

Desember Belum Berakhir



Sudah lebih dari empat bulan terakhir saya menantikan hadirnya bulan ini, bulan desember, bulan dimana dua rencana besar atas pengharapan indah saya yang mendapati sinyal baik untuk menjadi sebuah realita.

Sudah lebih dari empat bulan terakhir ini pula saya mendedikasikan diri atas sebuah penantian dan persiapan pada sebuah impian besar dalam hidup ini, berimbas dengan hadirnya senyuman setiap malam sesaat sebelum takluk pada kantuk. Seolah mendapati hadiah tegukan air sejuk setelah beban dan lelah yang menjadi pencapaian sepanjang hari.

Tetapi kemudian, bagian dari perjalanan hidup yang seringkali tak pernah saya sukai tetapi mau tidak mau harius dihadapi, dimana seringkali bak' sepenggal potongan film atau bahkan rentetan opera sabun yang dipenuhi dramatisasi konflik, sesaat setelah senyuman berubah menjadi seringai menyambut hadirnya bulan dambaan, hanya dengan satu intrik yang hadir diluar rencana dan sialnya tak pernah terduga, dengan mudahnya berhasil menghancur-leburkan angan-angan.

Tetapi tekad tak akan membiarkan segalanya menjadi sebuah tragedi. Masih ada januari maupun mei, dan tak jadi soal bila harus desember lagi nanti. Bahkan, belum berakhir pun desember yang ada kini.

Bahwa saya tidak akan berhenti.

Saturday, December 04, 2010

Kamis Malam



Bagaimana bisa hanya dengan satu tatapan itu mampu membuat lemas lutut, membungkam mulut, serasa ingin memuntahkan isi perut atas diri yang dibuat kalut.

Tolong, jangan buat saya menjadi diam.
Jangan buat saya merasa semakin terbungkam.
Saya tak sanggup melihat bulan berubah menjadi suram.

Malam hanya akan membuat segalanya semakin gelap, tetapi jiwa tengah berharap semakin kalap.


Tuesday, November 30, 2010

Biarlah



Hadapi sajalah.
Jalani sajalah.
Dinikmati sajalah.

Tetap dinanti sajalah...


Dan mengapa harus ada 'lah'??
*Blah!*

Wednesday, November 24, 2010

Sendiri Bukan Sepi


Entahlah, mungkin memang saya yang tengah gagal memahami diri sendiri.
Meniadakan sebuah kesempatan hanya karena seringkali merasa tiada kebutuhan, melebihi harapan.
Mengupayakan perwujudan nyata atas sebuah harapan, namun berbenturan dengan segala macam perlawanan.

Saya tidak pernah merasa ingin mencapai sesuatu demi sebuah kebenaran. Kebenaran seringkali membutakan, tak jarang diperjuangkan dengan pemaksaan hingga kekerasan. Sehingga tidak pernah merasa setiap kebenaran adalah baik.

Saya hanya ingin sekedar melewati hidup yang mampu memberi kebaikan pada keseluruhan perjalanan hingga pada sebuah akhir yang menjadi tujuan.

Kebaikan tidak bisa dihakimi,
Kebaikan tidak bisa di intervensi,
Kebaikan hanya bisa dinilai oleh masing-masing pemilik hati.

Saya tahu bahwa saya tidak seorang diri, tetapi bukankah kita semua harus mengerti satu bentuk kesepahaman bersama yang utuh untuk selalu berbagi bumi bagi setiap pijakan dan langkah kaki tanpa saling menghakimi, tanpa saling mengintervensi, menghargai setiap pilihan yang berdasar masing-masing panggilan hati.

Percayalah, saya tidak berarti tak peduli jika merasa tak perlu turut berlari.


Monday, November 22, 2010

Pada Suatu Hari



Suatu hari saya pernah berapi-api untuk memiliki mimpi-mimpi.

Suatu hari saya pernah dipenuhi nyanyian imajinasi mimpi-mimpi.

Suatu hari saya pernah menantang kepesimisan pandangan-pandangan mata atas mimpi-mimpi.

Suatu hari saya pernah bertaruh harga diri mempertahankan mimpi-mimpi.

Hingga suatu hari saya pun pernah turut meragukan, mempertanyakan, mengabaikan, memati-surikan mimpi-mimpi.

Dan suatu hari saya pernah harus memulai kembali menyusuri jalan-jalan menuju mimpi-mimpi.


Tanpa saya sadari, bahwa saya tengah menjalani satu mimpi menuju mimpi-mimpi lainnya silih berganti. Untuk satu mimpi, atas keseluruhan mimpi.

Wednesday, November 17, 2010

Hari Ini, Satu Tahun Yang Lalu.



Masih teringat dengan baik sebuah cerita hidup saya pada hari ini, satu tahun yang lalu. Di sebuah salah satu hari besar agama saya, Hari Raya Iedul Adha, saya berada dalam sebuah kondisi yang cukup pahit, terjebak dikamar kost tidak bisa kemana-mana. Tak ada sedikitpun kemampuan untuk mudik ke kota asal saya tempat keluarga saya berada, Bandung, merayakan hari raya ini bersama keluarga.

Entah kenapa pada waktu itu tak saya ceritakan kisah ini disini, tapi saya masih menyimpan dengan rapi beberapa foto yang saya abadikan dihari itu.


Wednesday, November 10, 2010

Tentang Sebuah Hal.





Apakah sebuah kebahagiaan dapat diukur dari seberapa banyak senyuman yang bisa diberikan?


Lalu Mengapa perasaan hampa yang seolah menjadi raja dari setiap kebisuan atas setiap upaya pemberian senyuman?


Sungguh seorang diri merasa menjadi manusia bisu setiap kali hanya bisa tersenyum.


Seorang diri merasa menjadi manusia penuh cela setiap kali tertawa.


Seorang diri merasa menjadi manusia tanpa daya setaip kali hanya bisa berkata-kata.


Saat seorang diri hanya ingin menyendiri tanpa harus sendiri.


Sejenak ingin pergi tanpa harus meninggalkan,

Tanpa perpisahan,
Tanpa harus dilupakan,

Tanpa rasa rindu.


TENTANG APAKAH SEMUA INI?


Saturday, October 16, 2010

Satu.


Apa yang anda lakukan jika sebuah pengalaman menyenangkan tetapi berujung menyakitkan terindikasi terulang lagi?

Bagai mendapatkan kesempatan duduk pada sebuah kursi disebuah taman yang sungguh indah, begitu besar keinginan untuk segera mendudukinya dan untuk segera menikmati setiap pemandangan yang terhidang dihadapannya yang mampu memanjakan mata.


Namun kemudian, impian seringkali memang tak seindah kenyataan.

Kursi tersebut tersedia hanya untuk satu orang saja, hanya satu orang saja!

Apakah juga kemudian terdapat kesempatan memanjakan hati hanya dengan seorang diri saja?

Friday, October 08, 2010

Malang In Pekanbaru



Setelah lebih dari 2 minggu kepulangan saya dari Pekanbaru, baru kali ini berminat mempostingkan ceritanya. Pada dasarnya banyak cerita menyenangkan yang saya alami di Pekanbaru, termasuk pengalaman horor dari kamar hotel mewah yang sayah diami juga saya anggap menyenangkan saja.

Hanya saja satu kejadian yang tidaak menyenangkan saya alami di kota ini, My Baby Nikon a.k.a kamera kesayangan saya terjatuh, berakibat penyok di lensa, sampai tak bisa digunakan kembali.

Baru satu spot dari kota ini yang berhasil saya abadikan lewat kamera tercinta, seperti pada foto yang terlihat diatas.

"Malang benar nasib ambo.. ?!?"


Sudahlah, terlepas dari segala ketidakmampuan kamera saya menangkap keseluruhan perjalanan kali ini, ingatan saya sejauh ini masih bisa menangkap dan menyimpan dengan rapi keseluruhan pengalamannya sebagai sebuah kenangan perjalanan yang menyengangkan.



*cheers!

Wednesday, October 06, 2010

Berkawan Hujan



Entah mengapa saya sungguh menyukai hujan.
Tak banyak keluh yang saya rasakan atau bahkan yang saya utarakan mengenai hujan.

Hujan adalah menyenangkan!
Hujan adalah tawa gembira, perasaan suka cita, iringan musik bahagia ketika tetesannya seolah mencubit genit kulit, membelai manja rambut, hingga menyetubuhi raga.

Hujan adalah harapan!
Hujan memberi ruang, memberi waktu kepada penikmatnya ketika alirannya yang seolah sendu menjalar kaca jendela untuk meyakinkan bahwa sebuah penantian tidak akan pernah berakhir sayu.

Jikapun tak ada pelangi, hujan tidak pernah diakhiri dengan gelap.

Sunday, September 12, 2010

Dia Tertidur Dengan Marah.




Pada akhirnya, saya membutuhkan sebuah pernyataan.
Sedikit putus asa, menantikan wujud perjuangan.
Memperjuangkan dan diperjuangkan.


Dan Dia pun kemudian hanya pergi tidur dengan marah!



Thursday, August 19, 2010

Saya, Saya, dan Saya!



Ketika diri tengah mempertanyakan keberadaan diri yang masih tak berkesudahan, kemudian juga harus menghadapi keadaan bahwa diri ini pula dipertanyakan.

Hey, Bagaimana 'Buku Manual Menjalani Hidup' memberikan petunjuk pelaksanaan menghadapi situasi semacam ini?

Jawaban macam apa yang harus saya berikan atas pertanyaan yang juga tengah saya tanyakan?


Mulutpun kemudian hanya seolah terkunci.


Tangan kanan meraba-raba keberadaan akal pikiran apakah masih pada tempatnya?

Kemudian menjadi apakah akal pikiran itu pernah ada?

Atau bahkan bahwa itu semua hanyalah bualan belaka?


Dengan sisa tenaga yang ada, tangan kiri hanya sanggup meraba-raba keadaan hati yang diyakini keberadaannya, tetapi tak juga tahu seberapa besar kegunaannya.


"Apakah saya ini manusia?"


Dan matapun tiba-tiba terbelalak, jantung berdetak saling berpacu, atas sebuah pertanyaan baru yang tiba-tiba ada, "Apakah itu sebenarnya manusia?"


Wednesday, August 18, 2010

Rumah.



Apa yang anda lakukan ketika mempertanyakan diri sendiri?

Ketika waktu terus berjalan mengantar perjalanan-perjalanan hidup lainnya, dimana hanya akan menjadi skedar masa lalu nantinya.

Rutinitas hidup kemudian memberikan gambaran tentang suatu masa dimana anda hanya terus berjalan dan berjalan.
Ada pula saat-saat ketika langkah tengah dipersulit sehingga sedemikian rupa hanya berusaha bertahan walau dengan berseok-seok.

Atau ada saat dimana anda tersadar untuk duduk sejenak, terkadang dengan pohon peneduh, kemudian mengingat setiap langkah yang pernah ada menjadi satu-satunya harta peneman hidup.


Lalu apa sebenarnya upaya itu?

Lalu seperti apa sebuah hasil sesungguhnya berwujud?

Dan seindah apakah ruang itu?
Seindah apakah ruang yang khalayak sebut sebagai rumah itu sebenar-benarnya?


Monday, August 02, 2010

Sudut Kosong



Ketika suara-suara itu terdengar kembali..

Suara-suara yang begitu merdu, tetapi tak ada yang tahu berasal dari wajah yang tengah sayu mengiringi derap langkah yang begitu bisu.


Tak ada lagi keluh, walau raga dibanjiri peluh

Tak ada air mata, bahkan ketika hati tengah meronta.


Ketika bibir tak mampu berkata, karena begitu sulit mengungkapkan yang tengah dirasa.

Amarah tengah bergejolak atas tangan yang begitu ingin memberi, tetapi kaki terbentur rasa malu mendapati realita atas hidup yang diberi!


Jiwa tengah bergemuruh ingin menggapai, tetapi hati tengah tergerus, bahkan oleh rasa rindu.


Walau tak lagi mendapati gelap, namun dunia dengan sedikit sinar ini masih memberi ruang sepi.


Kekosongan diri yang tengah mendamba atas suatu harga agar menjadi manusia yang mampu untuk tahu diri, berbagi, mendapati arti, bahkan membalas budi..




Monday, July 26, 2010

Bapak dan Mamah.



Suatu hari saat kedatangan saya mengunjungi rumah beberapa minggu lalu, bersama-sama kembali bersama keluarga. Menjadi saksi kembali suasana rumah dan bagaimana kami memperlakukan satu sama lain, yang ternyata belum banyak berubah, hanya saja kini saya dan kedua saudara sudah memiliki kehidupan lain. Kakak yang telah berrumah tangga, saya yang akhirnya menjadi penjajah ibukota, juga adik yang juga bekerja di kota lain. Terkadang kami 3 saudara bisa mengunjungi Bapak dan Mamah pada saat yang bersamaan, seringkali bergantian tergantung dari waktu luang kami masing-masing.

Disaat kunjungan terakhir kemarin, saya punya waktu yang cukup banyak untuk bisa tinggal. Cukup banyak waktu untuk bisa melihat bagaimana kini kedua orang tua saya menghabiskan waktu-waktu mereka. Disaat dikunjungi kakak, Bapak dan Mamah begitu terlihat ‘hidup’ dan bersemangat mengurus cucu mereka atau keponakan saya, seperti mereka sudah tidak peduli dengan keberadaan kami anak-anaknya. Disaat lain saya kemudian menyaksikan bagaimana kini Bapak dan Mamah semakin mesra memperlakukan satu sama lain, sangat berbeda dengan ketika dulu mereka masih harus bertanggung jawab membesarkan kami. Kini mereka hanya mau menyantap makanan entah itu makan pagi, makan siang ketika Bapak sedang tidak bekerja, atau makan malam yang harus dilaksanakan berdua. Begitupun sholat selalu berjamaah berdua kini, bahkan bertadarus Qur'an berdua selepas maghrib hingga isya, kemudian kebiasaan baru menghabiskan waktu selepas Isya berdua di teras rumah untuk bercanda atau bermain games handphone bersama. Suatu pemandangan yang membahagiakan bagi kami anak-anaknya.

Di salah satu malam disaat kunjungan terakhir kemarin saya itu kemudian saya melihat kebiasaan Mamah yang menurun ke adik saya, yaitu mudah tertidur di mana saja. Di malam itu, disaat udara Bandung tengah begitu dingin dimalam hari, saya tahu mamah tertidur di sofa yang berada di ruang keluarga kami ketika sedang menyaksikan televisi. Tanpa sengaja saya melihat Bapak yang tengah memandangi Mamah yang sedang tertidur lelap, Saya tahu Bapak pun tidak tega membangunkan Mamah untuk melanjutkan tidur di kamar. Bapak pun kemudian membawakan selimut dan bantal, menyelimuti Mamah, membuat agar sofa menjadi tempat yang nyaman dan hangat bagi Mamah untuk tidur malam itu. Untuk kemudian saya tahu, bahwa Bapak berkorban tidur didalam kamar seorang diri, tanpa selimut, di malam yang sangat dingin.

Beberapa hari berikutnya disaat saya harus kembali ke Jakarta, saya memutuskan kembali ke Jakarta dengan kereta pagi, sehingga saya harus berangkat dari rumah sebelum subuh. Untuk pamit, saya harus membangunkan Bapak dan Mamah yang tengah tertidur. Terlihat begitu lelap dan hangat dalam satu selimut, Bapak yang tengah memeluk Mamah. Rasa tidak tega bagi saya untuk membangunkan mereka di pukul 02.30 pagi, waktu disaat tengah lelap-lelapnya tidur bagi siapapun. Tapi saya pun juga tidak ingin pergi meninggalkan mereka tanpa mereka ketahui, dan yang pasti saya tidak mau pergi tanpa restu mereka. Dengan sebisa mungkin saya membangunkan mereka dengan lembut dan pelan-pelan, kemudian saya ucapkan kalimat pamit saya kepada Bapak dan Mamah untuk kembali ke Jakarta sampai kunjungan pulang saya berikutnya ke Bandung yang entah kapan. Dibalas dengan kalimat-kalimat do’a dari Bapak dan Mamah seperti biasanya, juga kalimat-kalimat mengingatkan untuk tidak meninggalkan sholat, makan tepat waktu, dll. Ritual pamit terakhir kami dengan mencium tangan Bapak dan Mamah satu-persatu.

Terasa bahwa tangan Bapak dan Mamah sudah tidak seperti dulu ketika saya masih sekolah menciumi tangan mereka saat akan berangkat sekolah. Tangan Bapak dan Mamah yang menunjukkan bahwa mereka kini tidak lagi muda, sedikit terasa kasar dimakan usia, tak lama lagi menjadi senja. Teringat cerita buku 5 cm karya Dhonny Dirganthoro ketika salah satu tokohnya hampir menangis menyadari bahwa ibunya sudah menunjukkan ketidakmudaannya ketika mencium tangannya meminta restu. Disaat itu saya pun bisa mengerti benar perasaan sang tokoh dibuku itu. Terutama atas rasa sedih dan kecewa akan diri sendiri, karena sebagai anak, masih juga belum sanggup memberikan saran pilihan utama kepada Bapak untuk segera sepenuhnya pensiun, hanya tinggal dirumah menemani, melindungi, dan menikmati hari-hari tua bersama Mamah.



“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku dan kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”



Thursday, July 01, 2010

Jalan-jalan ke Citengah



Melepas penat ke citengah yang berada di wilayah Sumedang sudah menjadi tradisi saya dan keluarga. Hal ini bisa saya lakukan bersama keuarga, sahabat-sahabat, atau hanya seorang diri saja. Dengan alasan bahwa ini adalah jalan-jalan keluar kota, tetapi lokasi yang tidak jauh dan mudah ditempuh, suasana pedesaan dengan pemandangan hamparan sawah, sungai, kolam ikan, dan pedesaan adalah kesukaan kami. Yang terutama adalah tempat tujuan yang tidak ramai, cocok bagi kami yang senang menyepi untuk berkumpul, bersantap bersama, atau sekedar mengobrol, yang teruatama untuk menyepi itu sendiri.


Sayangnya tak lama saya sampai di tempat ini, hujan lebat lah yang kemudian memanjakan saya.







Monday, June 21, 2010

Road Trip To Lampung



Satu kelebihan dari pekerjaan saya adalah seringkali menuntut untuk mengunjungi beberapa kota di Indonesia, which is i love it, so I LOVE MY JOB!
Namun, baru kesempatan ke Lampung beberapa waktu lalau lah, saya mulai berkeinginan mengabadikan setiap moment yang yang ingin saya ingat dari perjalanan itu. Dengan kata lain, baru kali itu lah saya punya kamera yang sedikit proper. heheheee...

mulai dari pemandangan yang memanjakan mata saya ketika melintasi selat sunda.


Menikmati tenggelamnya matahari.

Saya juga tidak merasa mengeluh dengan pemandangan gunung-gunungnya, yang dari Gunung Talang Es, bahkan tetap bisa terlihat luasnya lautan, sayangnya semua hasil jepretan saya tidak ada yang bagus dari gunung itu.



Dan beberapa kesempatan menyenangkan lainnya yang tidak saya bagi disini, yang artinya hasil gambar saya tidak memuaskan. Masih harus banyak belajar, dan kesempatan-kesempatan berjalan-jalan lagi tentunya. Ada yang mau membantu saya? :)

Sunday, June 20, 2010

Sunset di Monas!




Sudah lama saya ingin update blog dengan cerita ini, entah karena terkadang lupa, seringkali memang tidak sempat.

Pengalaman yang sebetulnya biasa bagi saya yang seringkali bolak-balik Jakarta - Bandung atau sebaliknya dengan menggunakan kereta api, transportasi umum favorit saya.



Hingga suatu hari, saya datang di Stasiun Gambir terlalu cepat, dengan jadwal kereta menuju Bandung selepas maghrib. Sudah pasti bosan sekedar berdiam diri di Gambir. Jalan-jalan keluar dari Stasiun, tentu malas dengan super macetnya Jakarta di jam-jam segitu. Segala upaya menghilangkan bosan didalam stasiun, mulai dari sekedar nongkrong di cafe-cafenya yang panas menambah bosan, hingga akhirnya seperti umumnya pemuda pengguna kereta api, nongkrong di jalur smoking area di gambir. Tak disangka, bagi saya yang tidak pernah merasa tertarik dengan wujud Monas (padahal saya pendatang untuk kota Jakarta), melihat pemandangan Monas menjelang maghrib bisa seindah itu, maka saya keluarkan kamera, mencoba kemampuan saya yang tengah belajar jeprat-jepret. Jadi saya sekedar ingin berbagi.








Saturday, January 02, 2010

Hidup itu terlalu singkat?


Semakin malam, menjelang pagi, pengalaman menyenangkan yang saya alami tidak juga membuat saya mudah tidur. Teringat dihari pertama di tahun 2010, ketika tidak terlalu banyak mendapat sms ucapan selamat tahun baru, karena perhatian kawan-kawan teralihkan atas suatu kabar memberitahukan kepada saya melalui sms dan beberapa telepon atas meninggalnya seorang teman.

Berita semakin mengejutkan ketika mengetahui bahwa teman saya itu tengah bersama keluarga berjumlah 6 orang dalam sebuah kecelakaan mobil yang menabrak sebuah bis di jalur pantura di malam tahun baru, tak ada yang selamat dari ke-enam orang tersebut, termasuk teman saya yang akhirnya meninggal dirumah sakit. Tak lama saya melihat berita tersebut disebuah televisi nasional, semakin meyakinkan saya ketika pembawa berita menyebut satu-persatu nama korban meninggal, dimana saya mengenal salah satu nama diantaranya. Melihat kondisi kendaraan setelah kecelakaan dan ilustrasi kronologis kecelakaan dari sang pembawa berita. Tak sengaja saya pun melihat berita tersebut di kompas.com, sehingga saya bisa berbagi fotonya.


Berbagai perasaan 'ngilu' memikirkan berada dalam mobil tersebut, berbagai cerita hidup almarhumah setahu saya, rasa penasaran misteri yang dirasakan almarhumah setelah kecelakaan menjelang ajal di rumah sakit, hingga tentang segala misteri kematian bagi siapa saja yang dapat terjadi kapan saja, dimana saja, bahkan dengan cara yang tak terduga. Saya sulit tidur dimalam sesudahnya, hingga malam ini, dimalam kedua setelah saya mendapat kabar ini, saya masih sulit tidur.

Saya tidak terlalu mengenal almarhumah semasa hidupnya. Yang saya tahu almarhumah sekitar 5 tahun lebih muda dari saya, pernah menjadi kekasih sahabat saya, dan sempat bekerja bersama dalam sebuah event.

Yang menyedihkan, semasa hidup almarhumah, penilaian saya secara pribadi tidak terlalu baik bagi almarhumah, saya sedikit banyak tahu bagaimana almarhumah memperlakukan sahabat saya ketika menjadi kekasihnya, melihat pembawaan dirinya dalam pergaulan sehari-hari dengan paras manisnya tapi sayang begitu mudah didekati berbagai macam lelaki, bahkan ketika menyatakan diri tengah memiliki kekasih, masih begitu sangat terbuka bagi segala macam laki-laki. Dan disitulah pikiran saya semakin menjadi-jadi. Saya yakin almarhumah memiliki begitu banyak kebaikan, yang sayangnya atas dasar karena saya merasa tidak terlalu mengenal almarhumah semasa hidupnya. Dengan perasaan menyesal saat ini, saya hanya bisa mengirimkan do'a, berharap atas tempat yang tenang di alam yang menjadi berbeda bagimu sekarang, teman..

Saya melihat diri saya sendiri, dengan segala refleksi penilaian siapapun yang pernah mengenal saya atas hidup saya, terutama penilaian saya sendiri atas kehidupan diri sendiri. Dan yang begitu menakutkan adalah tentang bagaimana penilaian yang sebenarnya dari Sang Pencipta atas sebaik mana kita memperlakukan anugerah hidup yang diberikan-Nya. Dasar-dasar yang membuat saya menyadari betul ketidaksanggupan atas pertanggungjawaban jika harus menghadapi berakhirnya hidup. Lalu bagaimana dengan esok?? lusa?? minggu depan?? Tahun depan?? 5 tahun tahun yang akan datang?? atau kapanpun itu, Syam?? Jika memang masih mendapati nikmat atas nafas itu..

SAYA TIDAK TAHU!!!!
Dan ketidaktahuan itu justru semakin menyiksa.

Kalimat bijak bisa saja menyebutkan ini bisa dijadikan sebagai hadiah pengingat dari Tuhan dalam mengawali kehidupan di tahun baru ini. Dan mungkin memang.



yang saya tahu, saya tengah begitu mengagumi atas kehidupan baru makhluk kecil ini. Tidur yang nyenyak sayang..




Saya bisa menjadi 'Loyal Customer' ketika..


Pernahkah mendapat sebuah pengalaman yang menyenangkan dari sebuah Customer Service? Baru kali ini saya mendapati pengalaman dari 'customer service' yang menyenangkan dan saya begitu ingin membagi pengalaman ini, karena biasanya pengalaman-pengalaman saya atas setiap customer service, khususnya dari sebuah service center, cenderung biasa saja atau bahkan mengecewakan.

Pengalaman terburuk saya ketika layar handphone saya tiba-tiba blank atau tidak menyala sama sekali sekitar 2 tahun yang lalu. Tentu saja yang saya lakukan adalah langsung menuju menuju sebuah service center resmi dari sebuah brand handphone tersebut yang cukup terpandang di Indonesia (nggak berani menyebutkan 'nama brand', takut kejadian Mbak Prita terulang kembali. *nyengir*) yang ada di kota Bandung, kota yang saya tinggali saat itu, untuk mengetahui penyebabnya dan langsung bisa diperbaiki karena saat itu saya sungguh cinta mati akan gadget saya itu. Kemudian sang CSO (Customer Service Officer) menjelaskan kerusakan telepon genggam saya itu terletak pada kabel flexi yang sangat sulit didapat. Atas penjelasan yang saya minta dengan sangat memaksa karena saya tahu itu hak saya, kabel flexi bukan merujuk sebuah provider telekomunikasi yang ada di Indonesia, melainkan sebuah kabel yang menghubungkan LCD pada handphone jenis flip. Dan untuk kabel flexi yang dibutuhkan pada jenis handphone yang saya miliki saat itu sangat sulit didapat, sehingga saya merasa dilempar-lempar dari satu service center ke service center yang lain yang kebetulan cukup banyak di Bandung dengan design interior yang sangat representatif dan nyaman, namun pelayanannya sungguh sangat tidak membuat nyaman.

Hampir setiap CSO dari semua service center yang saya datangi memberikan pelayanan dengan sikap mereka yang seolah hanya sekedar melakukan pekerjaan membosankan sehari-hari mereka saja. Yang terburuk justru di service center resmi terakhir yang menyatakan kesanggupan memberbaiki handphone saya, namun dengan pelayanan yang sungguh 'ketus' dan meminta sejumlah bayaran atas jasa service, sementara masa garansi handphone saya masih berlaku untuk satu bulan. Setelah begitu lelah telah mendatangi sejumlah service center, dan saya begitu ingin menggunakan kembali handphone saya saat itu, saya sanggupi persyaratan 'diharuskan' membayar tersebut.

Dihari yang dijanjikan untuk mengambil kembali handphone saya, saya mendapati pengalaman yang sungguh mengejutkan. Sang petugas CSO yang masih sama ketika saya datang pertama kali, tiba-tiba menjadi sangat ramah, bahkan mengajak saya berbicara hal-hal yang sungguh menyenangkan dan mengundang banyak tawa, yang semakin membingungkan ketika saya hanya diminta membayar setengah dari harga jasa yang mereka minta sebelumnya. Saya tidak mau kemudian cape-cape bertanya, takut hanya menjadi sebuah debatan kembali, karena toh sebelumnya suasana service center tersebut menjadi menyenangkan, dan yang terutama layar dari handphone kesayangan saya menyala kembali.

Setelah saya sampai dirumah, saya memang mendapati fungsi layar handphone kesayangan yang kembali sempurna, namun saya juga mendapati bahwa kemudian fungsi vibrate menjadi tidak berjalan, padahal sebelumnya tidak ada masalah sekali soal fungsi getarnya. No wonder she was suddenly became sooo nice to me!

Pengalaman yang baru saya alami hari ini sungguh berbeda. Saya sedang mengunjungi kota Bandung, kota kelahiran saya, dan mendapati kondisi yang sangat terpaksa untuk memiliki sebuah kamera yang bukan pocket tapi belum tega menghajar kamera jenis SLR. Kemudian baru 4 hari saya memiliki kamera yang 'in between' tersebut, saya tiba-tiba mendapatinya tidak berfungsi sama sekali.

Tentu saja saya mendatangi kembali toko tersebut, toko yang biasa-biasa saja di sebuah pusat elektronik di Bandung. Kemudian saya mendapati pegawai toko yang tengah melayani calon pembeli ketika saya datang menyatakan complaint saya tersebut, yang sayangnya ternyata membuat sang calon pembeli tersebut seolah mengurungkan niatnya karena mendengar complaint saya ini. Tentu saja saya kemudian merasa akan mendapati pelayanan yang tidak menyenangkan (saya sudah membuat calon pembelinya kabur!).



Namun yang terjadi justru sebaliknya, di toko biasa-biasa ini kedua pegawai yang ada memberikan pelayanan terbaik mereka dengan ramah dan menyenangkan, mencoba mengetahui kesalahan dari kamera tersebut. Hingga kemudian datang pegawai toko lainnya.


Mbak yang satu ini memberikan pelayanan dengan jauh lebih baik dari yang saya duga. Dengan awalan ucapan 'meminta maaf' atas ketidaknyamanan atas kerusakan kamera yang meluluhkan saya dengan harapan tertinggi hanya menjadi sekedar mendapati kembali kamera saya bisa dipakai kembali. Setelah memberikan penjelasan yang cukup merinci bagi saya, sementara kedua pegawai lain tadi masih mencoba memperbaikinya. Setelahnya tanpa diminta, Mbak ini menghubungi pemilik toko melalui telepon meminta agar mereka memberikan saya kamera baru sebagai kamera pengganti, karena menurut analisanya, kesalahan memang ada di mereka sebagai penjual. WAAAWWWW... hanya itu yang ada dihati saya. Pembicaraan melalui telepon itu semakin terdengar sengit, terdengar bagaimana para pegawai begitu memperjuangkan agar saya mendapatkan kamera baru hingga akhirnya disetujui. Maka saya pulang dengan kamera yang baru.

Tentu saja saya belum mau meninggalkan toko tanpa bertanya mengapa mbak begitu rela berbuat itu pada saya. Saya tidak menuntut mendapatkan kamera lain yang baru, hanya sekedar ingin tanggung jawab toko mengembalikan fungsi kamera saya. Si mbak hanya menjelaskan betapa mereka menyukai pekerjaan mereka untuk melayani, masalah kamera rusak saya diganti dengan yang baru tidak akan merugikan mereka, karena bisa dikembalikan ke distributor.

Sebuah pelajaran untuk menemukan kata kunci 'mencintai pekerjaan' sehingga akan melakukan segala yang terbaik untuk pekerjaannya, terlebih pekerjaan yang melibatkan beberapa pihak, penjual senang dan pembeli senang bahkan puas. Dan saya percaya istilah dari dosen saya dulu tentang wordmouth promotions atau promosi dari mulut ke mulut akan berlaku disini. Karena tanpa diminta, saya tidak akan hanya menjadi pelanggan setia tetapi saya akan dengan senang hati membuat rekomendasi kepada siapapun yang tengah memerlukan kamera pocket, kamera SLR, Handycam, hingga aksesorisnya untuk mendatangi toko kecil ini.

Sinar Bintang Elektronik
Bandung Electronic Center (BEC) L2 - A12
Jl. Purnawarman - Bandung




Terima kasih dan selamat bekerja mbak-mbak dan mas di Toko Sinar Bintag Elektronik..