Sunday, December 26, 2010

Sebuah Pernyataan



Menurut kepada apa yang tidak harus dituruti, bahwa merunut segala macam penuturan yang sulit untuk di urut kedalam sebuah urutan, maka saya tidak merasa perlu untuk turut.
Sekian dan terima kasih.

Hey, Apa Kabar?



GSM, CDMA, Email, Voicemail, GTalk, Skype, YM, inbox Facebook, Myspace, LastFM, Twitter, dll.
Terkadang saya rindu kembali pada sebuah kesederhanaan era dimana hanya ada telepon rumah dan surat sebagai pemenuh kebutuhan akan adanya sebuah keberadaan ketika dipisahkan jarak.

Tuesday, December 14, 2010

Sudah Mau Jadi Ayah

Akhir pekan kemarin keluarga besar kami bisa berkumpul bersama dirumah orangtua kami. Adik yang datang berkunjung dari kediamannya kini, Bogor, dan juga teteh bersama suami dan putra pertamanya yang tengah ‘mengungsi’ tinggal dirumah orangtua karena rumah mereka yang masih direnovasi, juga sekaligus menanti kelahiran putra kedua teteh dan kakak ipar menjelang usia kandungan teteh yang kini 8 bulan. Sangat menyenangkan bagi kami setiap kali ada kesempatan untuk dapat berkumpul kembali secara utuh dalam satu atap rumah orangtua kami, setelah masing-masing dari kami 3 bersaudara memiliki jalan hidup masing-masing. Terlebih dengan hadirnya anggota keluarga baru, Adam Mulqiyattul Haq, putra pertama teteh, cucu pertama mamah dan bapak, sekaligus keponakan pertama saya.

Sudah pasti kehadiran Adam dirumah dengan segala tingkah polahnya yang polos dan lucu, semakin cerewet dan lantang sudah bisa menyampaikan keinginan dan berekspresi dengan kata-kata, dan karakter tak mau diam dan cukup pemberani untuk memenuhi rasa ingin tahunya sebagai balita yang kini berusia 18 bulan sebagai tokoh utama yang menarik keseluruhan perhatian kami kini. Masing-masing dari kami memiliki panggilan yang berbeda-beda untuk Adam. Teteh dan kakak ipar masing-masing memberi nama panggilan ‘Sayang Bunda’ dan ‘Sayang Ayah’, sementara sisanya memanggil Dam-dam, Jibrut, atau Aa Adam, dan saya memberi nama panggilan ‘Si Dudut’.

Friday, December 10, 2010

Tagore Buat Saya



Pertama kali saya mengenal Rabindranath Tagore adalah ketika saya masih duduk di Sekolah Dasar, sebagai bagian dari pelajaran sekolah saya waktu itu. Yang saya dapati ketika itu adalah beliau seorang penulis luar biasa walaupun tulisan-tulisannya sulit dicerna untuk bocah yang baru menginjak usia sepuluh tahun. Tetapi saya tahu bahwa saya langsung mengidolakan beliau ketika itu, dan saya semakin senang menulis secara terselubung karenanya, karena saya seringkali mendapat respon tawa yang entah sebagai wujud ejekan atau pujian atas tulisan-tulisan saya, tapi juga semakin giat mengirimkan tulisan-tulisan saya kepada surat kabar yang memiliki sisipan halaman anak-anak setiap minggunya demi upah wesel sepuluh ribu rupiah untuk setiap tulisan saya yang dimuat dan akan dilipat-gandakan jumlahnya oleh mamah, sebagai wujud apresiasi beliau untuk saya ketika itu.

Baru kemudian ketika saya mulai menginjak masa sekolah menengah atas, saya mulai memahami secuil karya-karya beliau yang cukup membekas dibenak saya dan benar-benar menjadikannya sebagai idola saya semenjak itu, seringkali meniru gaya penulisannya tetapi juga selalu gagal, terlebih saat itu saya mulai cukup sok' tahu memaknai hidup dan kehidupan, mulai menorehkan setiap apa yang ingin saya tulis pada sebuah buku kumal, dan semakin kumal kini, mengembara dengan apa yang tengah dirasa bersama pena. Sempat pula membaca beberapa buku kumpulan karya Jalaluddin Rumi yang dikenalkan oleh paman saya, tapi setelah beberapa lama, saya cukup menyerah untuk dapat memahami karya-karya Rumi yang cenderung pada karya seorang sufi, dan entah mengapa saya selalu menghindari memahami apa yang menjadi maksud tulisan-tulisan Gibran.

Tuesday, December 07, 2010

Desember Belum Berakhir



Sudah lebih dari empat bulan terakhir saya menantikan hadirnya bulan ini, bulan desember, bulan dimana dua rencana besar atas pengharapan indah saya yang mendapati sinyal baik untuk menjadi sebuah realita.

Sudah lebih dari empat bulan terakhir ini pula saya mendedikasikan diri atas sebuah penantian dan persiapan pada sebuah impian besar dalam hidup ini, berimbas dengan hadirnya senyuman setiap malam sesaat sebelum takluk pada kantuk. Seolah mendapati hadiah tegukan air sejuk setelah beban dan lelah yang menjadi pencapaian sepanjang hari.

Tetapi kemudian, bagian dari perjalanan hidup yang seringkali tak pernah saya sukai tetapi mau tidak mau harius dihadapi, dimana seringkali bak' sepenggal potongan film atau bahkan rentetan opera sabun yang dipenuhi dramatisasi konflik, sesaat setelah senyuman berubah menjadi seringai menyambut hadirnya bulan dambaan, hanya dengan satu intrik yang hadir diluar rencana dan sialnya tak pernah terduga, dengan mudahnya berhasil menghancur-leburkan angan-angan.

Tetapi tekad tak akan membiarkan segalanya menjadi sebuah tragedi. Masih ada januari maupun mei, dan tak jadi soal bila harus desember lagi nanti. Bahkan, belum berakhir pun desember yang ada kini.

Bahwa saya tidak akan berhenti.

Saturday, December 04, 2010

Kamis Malam



Bagaimana bisa hanya dengan satu tatapan itu mampu membuat lemas lutut, membungkam mulut, serasa ingin memuntahkan isi perut atas diri yang dibuat kalut.

Tolong, jangan buat saya menjadi diam.
Jangan buat saya merasa semakin terbungkam.
Saya tak sanggup melihat bulan berubah menjadi suram.

Malam hanya akan membuat segalanya semakin gelap, tetapi jiwa tengah berharap semakin kalap.