Wednesday, November 17, 2010

Hari Ini, Satu Tahun Yang Lalu.



Masih teringat dengan baik sebuah cerita hidup saya pada hari ini, satu tahun yang lalu. Di sebuah salah satu hari besar agama saya, Hari Raya Iedul Adha, saya berada dalam sebuah kondisi yang cukup pahit, terjebak dikamar kost tidak bisa kemana-mana. Tak ada sedikitpun kemampuan untuk mudik ke kota asal saya tempat keluarga saya berada, Bandung, merayakan hari raya ini bersama keluarga.

Entah kenapa pada waktu itu tak saya ceritakan kisah ini disini, tapi saya masih menyimpan dengan rapi beberapa foto yang saya abadikan dihari itu.


Dimulai dari pagi hari melaksanakan Sholat Ied seorang diri, karena teman-teman satu kost lainnya pada umumnya mudik. Melaksanakan Sholat Ied disebuah mesjid yang besar dan penuh sesak, tetapi saya hanya seorang diri. Kawan, itu sebuah keadaan yang tidak menyenangkan! Menyaksikan suasana yang semakin ramai selepas shalat dimana para keluarga saling bersalaman, cium tangan, cium pipi, melanjtukan keramaian dengan menyiapkan penyembelihan qurban-qurban mereka, sementara saya hanya bisa shalat, mendengarkan ceramah kemudian pulang, seorang diri, karena tak ada satupun dari keramaian itu yang saya kenali. Pulang berjalan kaki seorang diri menyusuri jalan membayangkan bagaimana keluarga di Bandung melaksanakan Shalat Ied ini bersama-sama tanpa saya, terutama Mamah yang selalu menyiapkan sajian masakan dan kue-kue yang lebih istimewa dari Iedul Fitri, sementara saya tak sedikitpun merasa bagian dari keramaian dan keriaan ini, seloah terasing, tak ada satupun yang saya kenal dan mengenali saya.



Selanjutnya saya hanya bisa menghabiskan waktu yang tentu saja seorang diri didalam kamar kost saya yang berada di lantai 3, dimana hanya ada saya diseluruh lantai dengan penjaga kost yang ada diruangannya sendiri. Menghabiskan waktu dengan TV, browsing, membanjiri timeline twitter, diselingi waktu makan siang dengan nasi bungkus dari warteg dengan lauk seadanya tanpa daging untuk makan siang dan makan malam. Sebuah ironi yang saya rasakan pada saat itu. Disaat Iedul Adha, disaat kemampuan saya tengah terbatas saat itu, tak secuil pun saya merasakan irisan daging qurban.

Tapi saya tidak merasa harus mengeluh pada saat itu, kesalahan saya pula yang tidak mau bergaul dengan para tetangga yang sepertinya juga enggan bergaul dengan tetangga-tetangga lain, sebuah potret kehidupan Jakarta, sehingga tak pernah nama saya tercatat sebagai bagian dari warga lingkungan tersebut yang berhak mendapatkan jatah qurban. Tetangga terdekat yang juga teman bekerja dengan keluarga yang sudah seperti keluarga saya sendiri juga tidak saya kunjungi saat itu, karena bagian dari ketidak-inginan saya untuk mengeluh saat itu, saya tahu pasti bagaimana membuat suasana kesendirian saya menyenangkan. Pada dasarnya saya seringkali senang menyendiri.



Salah satu bagian dari bangunan kamar kost saya saat itu yang saya sukai adalah rooftop atau ruangan terbuka dibagian atas bangunan, disitu saya senang menghabiskan waktu saya menikmati pemandangan sekitar kost yang dikelilingi gedung-gedung tinggi khas Jalan Sudirman dan Jalan Kuningan - Jakarta. Saya senang menikmatinya, terutama dimalam hari, baik seorang diri atau bersama teman-teman kost lainnya atau penjaga kost yang ruang kamarnya memang berada disudut rooftop itu. Tentu saja disaat itu saya menikmatinya seorang diri. Menikmati suasana wilayah sekitar dari mulai menjelang senja hingga terdapat pemandangan cantiknya lampu-lampu dari gedung-gedung itu atau dari yang terbiaskan dari jalanannya. Merasakan hembusan angin malam jakarta yang menjadi penghibur dari sengatan panasnya disiang hari sebelumnya, yang dikala itu tengah terpolusi asap-asap para tetangga yang umumnya tengah membakar sate hasil dari quban di pagi dan siang sebelumnya.

Dari segala keterbatasan kemampuan saya saat itu, masih ada kemampuan saya menghibur diri saya sendiri untuk tidak merasa tersiksa atas bau dari asap daging-daging itu yang seolah mencibir perut saya yang hanya diisi nasi bungkus seharian itu. Karena hidung saya cukup tajam mengenali bau-bau asap daging itu umumnya berasal dari asap daging kambing, daging yang tidak saya sukai dan tidak saya makan karena penyakit kulit saya. Saya tidak merasa tersiksa!



Seorang diri, saya menikmati suasana malam bangunan-bangunan tinggi jakarta, dengan hembusan angin, dengan bau-bau asap sate, dengan batangan-batangan rokok, dan dengan beberapa cemilan dan sebotol bir penghangat badan sisa-sisa simpanan stok yang biasa dilakukan anak kost dari beberapa minggu sebelumnya. Dalam suasana seperti itulah saya merasa ada sebagai bagian dari kehidupan manusia, dan saya tahu ketika itu, saya mensyukuri dan menikmati hidup dan kehidupan.


Dude, life is great!

No comments:

Post a Comment