Friday, October 05, 2018

Panggung Minoritas







Setiap individu memiliki hak penuh untuk bisa menjalani proses yang nyaman dan penuh dukungan dalam upaya mengenali dan mengidentifikasi diri sendiri. Tak terkecuali bagi golongan minoritas secara seksual. Salah satu fase perjuangan berat yang harus mereka lewati adalah penerimaan diri. Tetapi sayang, pandangan-pandangan diskriminatif dan menyudutkan dari masyarakat umum tak jarang membuat mereka bingung dengan jati dirinya. Bahkan tak sedikit yang akhirnya malah membenci diri sendiri. Berada di tengah kepungan mayoritas yang menolak keberagaman bisa menimbulkan perasaan terasingkan. Maka dari itu, kehadiran orang-orang yang bersedia membuka diri untuk menjadi tempat berbagi sangat mereka butuhkan. 


Berawal dari kebutuhan itu, terbentuk sebuah kelompok diskusi kecil-kecilan. Mulanya hanya berupa lingkar pertemanan berisi kawan berbagi bergelas-gelas cokelat dan kopi. Lambat laun lingkaran itu tumbuh makin dekat dan akrab hingga menjadi tempat yang nyaman untuk berbagi cerita dalam konteks senasib-sepenanggungan, tentunya dengan penghormatan penuh pada proses dan jalan pilihan masing-masing orang

Lingkaran mungil itu terdiri dari Ayu Octariani, seorang Penyintas HIV yang aktif dalam segala upaya membela terpenuhinya hak ODHA dan perempuan di Indonesia; Firdhan Aria Wijaya, seorang akademisi yang sering mengangkat isu-isu terkait minoritas seksual dalam kerja-kerja literasinya; Syam Khadarisman, seorang penyintas kekerasan seksual yang tengah berproses untuk berdamai, menerima, dan mengasihi dirinya sendiri; Abi Ardianda, sosok Trans Puan Indonesia yang tak hanya telah membagi kepiawaian bercerita tetapi juga banyak sekali inspirasi melalui buku-bukunya yang telah terbit; Indra Sahril, seorang doker muda spesialis anak yang memiliki renjana untuk memahami tumbuh kembang anak dan pembentukan kepribadian seorang manusia sejak usia begitu dini, ia kerap berbagi pemahamannya dari sisi medis maupun pengalamannya pribadi

Menyadari banyaknya kegelisahan-kegelisahan yang dialami golongan minoritas seksual, obrolan-obrolan di kelompok diskusi kecil kami bermuara pada tercetusnya ide untuk membentuk sebuah wadah yang berfungsi sebagai kelompok belajar bersama. Bukan untuk saling menggurui, tapi saling berbagi. Berbagi cerita maupun perspektif berpikir dari berbagai sudut pandang. Wadah itu kami namai Panggung Minoritas, sebuah arena terbuka bagi mereka yang bersedia untuk mendengar dan didengarkan. Wadah untuk bisa berbagi dan menerima dengan aman, nyaman tanpa ada penghakiman. Memberi kesempatan bagi setiap partisipan untuk akhirnya mampu menjadi diri yang utuh dan sesungguh-sungguhnya individu.

No comments:

Post a Comment